Ethereum Clients 101

A client is an implementation of Ethereum’s technical specifications in a particular programming language. Clients differ from each other in a number of ways, but they all share some fundamental…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Semuanya Karena Telah Terbiasa

Sebenarnya kekurangan dari menjalin kasih ratusan hari itu ialah menghilangkan kebisaan-kebisaan yang sudah terjalin karena seringnya melakukan kegiatan bersama. Sebelum berpacaran terbiasa mandiri, terbiasa sendiri. Naik kendaraan umum, berjalan kaki, naik sepeda, atau naik sepeda motor sendiri.. Ke kantin sendiri, pesan makanan sendiri, makan dimeja kantin sendiri, atau bawa bekal dari rumah dan dimakan saat jam makan siang, ya itu juga sendirian.

Tiba-tiba semuanya berubah ketika berpacaran. Yang awalnya berangkat sendiri kemudian jadi dijemput dan berangkat kuliah bersama. Ke kantin pun jadi bersama, pesan makanan yang biasanya pesan sendiri jadi dipesankan.

Sebenarnya bagus, siapapun senang. Itu pasti, namanya juga dimanjakan pacar. Siapa yang tidak suka? Itu afeksi loh, salah satu bentuk perhatian dan kasih sayang. Kayaknya hanya orang bodoh saja yang tidak suka perhatian dan bentuk kasih sayang seperti itu.

Sayangnya ketika semua berakhir kebiasaan-kebiasaan itu tidak lepas dalam sekejap. Terlebih yang pacaran lama dalam kurun waktu tahunan. Tersiksa rasanya jika apa-apa yang sudah terbiasa bersama jadi kembali ke titik nol, balik seperti awal.

Reset.

Armin dulu sempat berpacaran dengan kekasihnya, lama sekali. Kalau dihitung-hitung mungkin sudah berlangsung dalam kurun waktu lima tahunan. Putus memang alasan kedua belah pihak, begitupun putus dengan baik-baik. Namun balik lagi ke awal rasanya sulit sekali karena Armin sudah terbiasa melakukan kegiatan bersama Annie.

Menjemput Annie di rumahnya, berangkat kuliah bersama hingga akhirnya mereka lulus dan melanjutkan karir menjadi karyawan korporat di dalam gedung yang sama namun memang beda perusahaan. Lanjut makan siang bersama, liburan bersama, nonton bersama, dan sebagainya.

Terlebih kegiatan pagi hari, antar-jemput sudah dilakukan lama sejak kuliah.

Rasa-rasanya dibandingkan move on dalam konteks perasaan, ternyata lebih sulit move on dalam konteks kebiasaan yang sudah terbangun sejak lama.

Armin bersyukur karena mereka sepakat untuk mengakhiri kisah mereka secara damai, secara tenteram. Tidak ada kecemburuan, tidak ada kesalahpahaman, tidak ada yang aneh-aneh pokoknya.

Harus diakui, sulit di awal-awal untuk tidak menjemput Annie. Karena sistem otaknya Armin sudah terekam dengan detail kebiasaan menjemput dan berangkat ke kantor bareng. Annie pun juga begitu, mengakui jika tiba-tiba saja jarinya secara otomatis menekan tombol telepon untuk menelepon Armin. Waktu itu ingin bertanya kenapa telat menjemputnya, untungnya mereka berdua memaklumi itu.

Tapi jika dipikirkan kembali tetap saja kebiasaannya belum bisa hilang. Di beberapa kesempatan terkadang semua kegiatan secara tidak sadar menjadi berantakan hanya karena hilangnya suatu kebiasaan tersebut.

Baik Annie dan Armin beberapa kali bertukar pesan, bertanya mengenai rencana weekend kali ini mau kemanakah? Atau sesederhana 'hari ini bawa bekal apa?' dan juga ucapan 'Selamat pagi, sayang.'

Sederhananya, baik Annie dan Armin tidak bisa lepas dari kebiasaan-kebiasaan yang sudah mereka lalui dan lakukan sejak lama.

Bahkan setelah hubungan empat bulan terlewati, kebiasaan itu belum hilang. Yang ada malah makin memperkuat akan sesuatu.. Sebetulnya mereka putus karena sudah hilang sparks itu atau mereka hanya bosan?

Hingga hari Sabtu lalu Annie menelepon Armin, bertanya apakah dirinya sibuk atau sedang ada waktu luang karena Annie ingin mengajaknya pergi. Armin langsung mengiyakan karena memang diapun merasa ada sesuatu yang harus dibicarakan oleh mereka berdua.

Annie menjemput Armin di rumahnya dengan menggunakan mobilnya. Tujuan lokasi mereka tidak ada, karena niat Annie hanya ingin mengajak jalan Armin menggunakan mobil saja.

Bisa dikatakan jika ini adalah salah satu kegiatan quality time versi mereka. Berjalan-jalan menggunakan mobil mengelilingi jalanan ibukota tanpa arah sambil bercerita satu sama lain.

Selama di perjalanan mereka sama sekali tidak canggung, lepas. Berbicara mengenai apa saja yang bisa dijadikan topik pembahasan. Biasanya di saat seperti ini Annie-lah yang lebih banyak mengambil alih perbincangan, dan Armin menjadi pihak yang mendengarkan segala keluh kesahnya Annie, hingga akhirnya tiba ke pembicaraan yang sebenarnya juga ingin dibicarakan oleh Armin.

“Kamu sadar gak sih Ar, kalo kita ternyata masih belum bisa lepas satu sama lain?"

Annie bertanya dengan fokus matanya yang menghadap jalanan di depannya. "Kamu paham kan maksudnya aku gimana?"

Armin tidak langsung menjawab, namun Armin paham maksud perkataannya Annie. Butuh beberapa detik keheningan hingga akhirnya Armin bersuara. "Iya, paham. Kita gak bisa lepasin kebiasaan-kebiasaan yang udah kita lakuin. Kamu tau gak yang aku pikirin beberapa waktu ini karena kejadian ini?"

Annie tidak langsung menjawab, dia menyimak. Tangannya mengepalkan setir mobil, sedikit merasa deg-degan dan juga takut.

"Setelah kita sepakat putus, ternyata kita masih ngelakuin beberapa hal yang biasa kita lakuin bareng. Kayak berangkat bareng, makan siang bareng, pulang bareng, dan bahkan beberapa kali aku juga kayak otomatis aja gitu, tiba-tiba ngechat kamu mau ke mana weekend ini kan?" Annie mengangguk sebagai respons dari pertanyaan Armin.

Dan Armin kembali menyuarakan apa yang sudah lama mengganggu pikirannya. "Aku kepikiran... Atau mungkin kamu juga ngerasain.. Kayaknya kita waktu itu putus hanya karena kita berdua lagi masuk ke fase bosan di dalam hubungan kita deh, Ann.. Kamu ngerasa gitu juga gak? Atau emang cuman aku aja yang ngerasain ini?"

Annie sedikit merasa lega karena bukan dia saja yang juga berpikiran seperti itu. Mungkin memang dirinya sudah terhubung secara tidak langsung dengan Armin. Semua asumsi yang ada dikepalanya sama dengan Armin.

Annie menggeleng dan tersenyum, "Enggak, aku juga berpikiran kayak gitu. Malah karena kejadian ini aku jadi ada waktu buat mengoreksi diri sendiri, Ar. Kayaknya selain bosen, karena emang cara kita ngabisin waktu bareng itu sendiri jugayang udah bikin kita bosen. Paham kan ya? Maksudnya aku karena kita selalu monoton ngelakuin hal yang udah terlampau sering kita lakuin gituloh."

Armin juga ikut tertawa mendengar perkataannya Annie. "Berarti sekarang kita bisa gak ke mekdi dulu buat pesan makanan? Aku laper soalnya." Annie kembali tertawa. "Baik-baik, kebetulan didepan ada mekdi. Drive thru kan? Kita makan dimobil aja, ngomong-ngomong gantian dong Ar, kamu sekarang yang bawa mobilnya, aku pegel ish!"

"Oke-oke, pesan dulu makanannya nanti di waiting bay kita tukeran ya." Mereka masuk ke drive thru dan memesan beberapa makanan. Atau mungkin lebih tepatnya Annie memborong banyak menu di sana.

Sampai di waiting bay dan bertukar tempat, mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka sembari makan didalam mobil.

"In the end, obrolan kita sekarang.. Jadinya gimana?" Armin yang sedang meminum lemon tea-nya tersedak. "Kaget ya? Sorry enggak bermaksud buat nanya kejelasan hubungan kita, tapi emang kepingin tau aja dengan status kayak gini apa semua rencana yang pernah kita omongin dulu tetep jalan?"

Jadi, jauh sebelum kata putus terlontar diantara Armin dan Annie, mereka sempat membicarakan dan merencanakan mengenai pertunangan, rumah, anak, kehidupan seksual mereka, yang artinya pembicaraan tersebut sudah masuk ke dalam tahap yang serius.

Ada jeda waktu yang lumayan lama, "Kamu sendiri gimana, Ann?"

"Kok balik nanya aku?"

"Ya gimana ya.. Soalnya emang itukan rencana kita berdua, kalo batal nanti rencananya kita gak jalan dong?" Annie wajahnya memerah karena paham apa maksud perkataan Armin. "Itu berarti tetep mau lanjut ya?"

"Jelas dong, Ann. Lagian aku juga belum ke bayang kalo misalnya entar nikah istri aku bukan kamu."

"Idih, gombal sekali Tuan Muda Arlert."

Armin tertawa, "Jelas dong, soalnya yang bisa naklukin cewek galak kayak kamu aku doang, itu juga butuh waktu lama. Aduh! Sakit tau perut aku kamu cubit!"

"Abisnya ngeselin banget!"

Armin tersenyum dengan interaksi dan juga pembicaraan mereka hari ini. Merasa senang karena semuanya berjalan dengan lancar, walau masih diselingi dengan kesakitan akibat cubitan Annie. "Tapi, Ann.. Aku belum ngelamar kamu tau."

"Buat apa acara ngelamar segala? Kan kita udah ngomongin ini, lagian acara lamaran kayaknya formalitas aja deh." Ini dia yang dirindukan Armin, salah satunya dari Annie mengenai segala hal yang menurut Annie adalah hal remeh.

Armin membawa mobil Annie masuk kedalam kawasan pertokoan. "Enggak dong, kata siapa formalitas aja? Paling enggak nih, aku ngelamar kamu secara resmi dihadapan ayah mu. Oiya, kita mampir bentar ya ke tokonya Hisu."

"Tokonya Hisu? Sepupu kamu itu?"

"Iya, betul. Emang aku punya orang yang namanya Hisu ada berapa banyak ya?" Armin berkata sembari melihat layar monitor di dashboard, ingin memarkirkan mobil.

"Mau ngapain kesana?"

Armin membuka pintu mobilnya, Annie masih sedikit bingung dan belum ikutan keluar dari mobil. Namun sebelum pintu mobil yang Armin buka kembali tertutup Armin berkata pada Annie. "Ngapain kesana? Ambil pesanan cincin yang aku sempat order, sekalian ngepasin sih dijari kamu."

"Hah? Gimana-gimana?"

Add a comment

Related posts:

We are hiring!!!

With Demonstrated History Over 2 Decades, founded in 2000. Lactonova is a Prominent Nutraceutical Company, Dedicated into Manufacturing and sales of nutraceutical and dietary supplement formulations…

Wells Fargo India Careers 2023Wells Fargo India Careers 2023 Freshers Hiring Systems Quality Assurance Analyst Jobs

Wells Fargo India Careers 2023 | Systems Quality Assurance Analyst Openings in Chennai for Freshers | B.E/B.Tech, M.E/M.Tech | Fresher Off Campus Jobs for 2023 Batch, Careers, Wells Fargo Recruitment…

Why You Should Scrap Big Goals

Our life coach culture has brought with it the premise that we should all have big goals, or even big hairy audacious goals as Jim Collins and Jerry Porras call them. Our focus is ever future…